Pagi ini, hujan turun dengan lembut, seolah membisikkan sesuatu ke dalam jiwaku yang tengah merindukan kedamaian. Aku duduk di dekat jendela, melihat tetesan air yang berjatuhan dari atap, menari di atas dedaunan, dan akhirnya menghilang ke dalam tanah. Ada harmoni dalam setiap gerakan itu,
sebuah ritme yang tak pernah gagal menggetarkan hatiku.
“Hujan, apa yang ingin kau katakan padaku pagi ini?” bisikku dalam hati.
Aku menutup mata, mencoba mendengarkan suara yang selalu aku abaikan selama ini. Suara rintik hujan yang berbisik lembut, melodi alam yang membawa kedamaian. Perlahan, aku merasakan sesuatu yang lebih dalam, seolah-olah hujan sedang berbicara, bukan hanya kepada telingaku, tetapi kepada hatiku.
“Hidupmu, seperti air yang mengalir ini,” bisik hujan dalam lamunanku. “Tak perlu tergesa-gesa, biarkan saja mengalir. Akan ada saatnya kau bertemu dengan sungai besar, tempatmu menyatu dengan sesuatu yang lebih besar dari dirimu.”
Aku terdiam. Kata-kata itu terasa begitu dekat dengan realitasku. Dalam kesibukan yang sering kali tak berujung, aku lupa bagaimana rasanya berhenti sejenak. Hujan ini, dengan segala kelembutannya, seperti mengingatkanku bahwa hidup bukanlah tentang seberapa cepat aku berlari, melainkan tentang bagaimana aku merasakan setiap langkah.
Aku kembali membuka mata dan melihat hujan yang terus turun. Tetesan air itu, meski kecil dan rapuh, ternyata memiliki kekuatan untuk menyegarkan bumi, untuk membawa kehidupan. Seperti itulah hidup, pikirku. Kita mungkin merasa kecil, tetapi setiap tindakan kita memiliki dampak, seperti tetesan hujan yang bersama-sama membentuk sungai yang besar.
“Hidup itu bukan tentang memiliki segalanya,” lanjut hujan dalam bisikannya. “Tetapi tentang bagaimana kau bersyukur atas setiap tetes yang kau miliki. Karena dari setiap tetes itulah kehidupanmu mengalir.”
Aku menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara pagi yang lembap memenuhi dadaku. Ada sesuatu yang menenangkan tentang hujan pagi ini. Ia mengingatkanku bahwa aku adalah bagian dari siklus yang lebih besar, sebuah tarian alam yang tak pernah berhenti.
“Mengapa kau begitu bijaksana, wahai hujan?” tanyaku dalam hati.
Hujan hanya terus turun, tanpa menjawab pertanyaanku. Tetapi aku tahu, jawabannya ada dalam kehadirannya yang sederhana. Ia mengalir tanpa ragu, turun dari langit untuk menyatu dengan bumi, memberikan kehidupan tanpa meminta imbalan apa pun.
Aku merasa hatiku mulai tenang. Hujan telah mengajarkanku banyak hal pagi ini, bukan melalui kata-kata yang keras, tetapi melalui bisikan lembut yang menggetarkan jiwa. Dalam keheningan itu, aku menyadari bahwa aku tidak perlu tergesa-gesa mencari jawaban. Semua yang aku butuhkan sudah ada di sekitarku, menunggu untuk kudengarkan.
Pagi ini, aku belajar dari hujan. Aku belajar untuk menerima hidup apa adanya, untuk percaya pada aliran waktu, dan untuk bersyukur atas setiap momen yang diberikan. Dan saat hujan perlahan berhenti, aku tahu bahwa aku telah menerima sebuah pelajaran penting: