Benang Tridatu, yang sering kita lihat melingkar di pergelangan tangan, memiliki makna spiritual yang mendalam dalam tradisi Bali dan budaya Hindu Nusantara. Benang ini terdiri dari tiga benang suci yang terjalin erat, dan setiap warnanya memiliki arti simbolis yang mendalam. Namun, lebih dari sekadar aksesori, benang tridatu juga menggambarkan hubungan spiritual yang lebih besar, baik dalam diri individu maupun alam semesta.
Simbol Jalinan Nadi dalam Tubuh Manusia
Benang Tridatu tidak hanya sekadar simbol fisik, tetapi juga melambangkan jalinan ketiga nadi utama dalam tubuh manusia, yaitu Ida, Pingala, dan Sushumna. Ketiga nadi ini adalah saluran energi yang mengalirkan prana (energi vital) dan menjadi pusat pengaliran energi. Ketiga nadi ini merupakan saluran energi yang menghubungkan tubuh fisik dengan energi spiritual yang lebih tinggi.
Ida mewakili energi feminin dan dingin, yang terhubung dengan sisi emosional dan instingtual dalam diri manusia.
Pingala mewakili energi maskulin dan panas, yang terhubung dengan kekuatan fisik, logika, dan aktivitas.
Sushumna adalah saluran utama yang berada di sepanjang tulang belakang dan membawa energi spiritual yang lebih tinggi, yang dikenal dengan istilah kundalini.
Melalui ketiga nadi inilah prana (energi kehidupan) mengalir, yang dalam praktik spiritual berfungsi untuk menghidupkan kesadaran dan membawa manusia menuju pencapaian spiritual yang lebih tinggi. Benang Tridatu, dengan jalinan ketiga warnanya, adalah simbol penghubung antara ketiga nadi ini. Dengan mengenakan benang tridatu, seseorang diyakini dapat menstimulasi atau menyelaraskan aliran energi dalam tubuhnya, memperkuat koneksi antara tubuh, pikiran, dan jiwa, serta mempercepat proses pencapaian kesadaran yang lebih tinggi.
Melalui ketiga nadi inilah energi Kundalini mengalir, dan inilah sebabnya benang tridatu dipandang sebagai simbol yang menghubungkan tubuh fisik dengan energi spiritual yang mengalir dalam diri setiap individu. Ketika benang ini dipakai dengan penuh penghayatan, ia menjadi pengingat bagi pemakainya untuk mengendalikan energi, meningkatkan kesadaran diri, dan mencapai kedamaian batin.
Benang Pengorbanan: Yajna Pavita
Benang Tridatu juga dikenal sebagai Yajna Pavita atau “Benang Pengorbanan.” Pengorbanan yang dimaksud di sini bukanlah pengorbanan fisik, melainkan lebih pada pengorbanan ego dan keinginan yang mengikat diri kita pada materialisme dan hal-hal yang bersifat sementara. Dengan mengenakan benang tridatu, seseorang diingatkan untuk melepaskan keterikatan pada dunia luar dan lebih fokus pada pencapaian spiritual yang lebih tinggi.
Proses pengorbanan yang dimaksud dalam konteks benang tridatu adalah pengorbanan terhadap egoisme, kebanggaan, dan segala bentuk keterikatan yang dapat menghalangi perkembangan jiwa. Manusia diingatkan untuk melepaskan hal-hal tersebut agar bisa lebih mendekatkan diri kepada yang lebih tinggi dan murni. Hal ini mencerminkan filosofi yang mendalam bahwa hidup ini bukan tentang mempertahankan diri atau memenuhi keinginan pribadi, tetapi tentang memberikan diri kepada alam semesta untuk melayani hal yang lebih besar.
Dalam tradisi Bali, pemakaian benang tridatu biasanya dilakukan di pergelangan tangan. Untuk kepala keluarga, disarankan untuk memakai dua benang tridatu, sementara anggota keluarga lainnya cukup memakai satu. Keberadaan benang ini diyakini memberikan perlindungan spiritual dan kekuatan kepada pemakainya. Namun, karena kekuatan benang tridatu dianggap tidak bertahan lama, dianjurkan untuk menggantinya setiap 4 bulan sekali agar kekuatannya tetap optimal.
Mantra untuk Memasang Benang Tridatu
Agar benang tridatu dapat berfungsi dengan baik sebagai pelindung spiritual, saat pemasangannya sebaiknya dibacakan mantra berikut:
Jajnopavita ikang mantra
Parabrahma Ṛṣi, Tristubh chandah
Paramātma Dewatā
Upavita dharane viniyogah
Ong, Yajnopavitra nirmala an nirmala ing kabeh
Prajapati tan sahaja kawitan
Ayusa utama kang pinaka amerta suci
Yajnopavitra maweh bala lan cahya.
Artinya:
“Ini adalah mantra untuk Yajnopavita (benang suci).
Rsi yang menyusun adalah Parabrahma, dengan metrum Tristubh
Dewata yang dipuja adalah Paramatma (Roh Tertinggi).
Mantra ini digunakan untuk mengenakan Yajnopavita (benang suci).
Ong, Yajnopavita adalah murni, yang paling murni dari segalanya.
Itu berasal dari Prajapati (Tuhan Pencipta) sejak awal zaman.
Semoga kehidupan yang utama menjadi sumber keabadian dan kesucian.
Semoga Yajnopavita memberikan kekuatan dan cahaya.”
Mantra ini mengandung pengharapan agar benang tridatu memberikan perlindungan spiritual serta membawa pencerahan dan kesejahteraan bagi pemakainya.
Mantra untuk Melepas Benang Tridatu
Apabila benang tridatu sudah digunakan dalam jangka waktu tertentu dan hendak dilepas, sebaiknya dibacakan mantra berikut agar proses pelepasan dilakukan dengan penuh rasa hormat dan kesadaran spiritual:
Ong, Upavitra tan usir lan suwe
Kalamusa kang becik tan sapurna
Aku salin ing toya amerta
Brahma teja lan wruh tan sirna,
Ayu dirgayusa pinakah pangestu.
Artinya:
“Benang suci yang telah usang dan tua.
Yang telah ternoda oleh dosa dan tidak lagi sempurna.
Aku lepaskan ke dalam air amerta.
Semoga aku diberkahi cahaya Brahma dan kebijaksanaan yang abadi.
Semoga aku diberkahi cahaya Brahma dan kebijaksanaan yang abadi.”
Mantra ini menyimbolkan pelepasan energi yang telah digunakan dan menghormati keberadaan benang tridatu yang telah mendampingi pemakainya selama ini. Pelepasan ini juga menandakan bahwa energi telah bertransformasi dan siap untuk digantikan dengan energi baru yang lebih murni.
Penutup
Benang Tridatu bukan hanya sekadar aksesori, tetapi merupakan simbol spiritual yang menghubungkan tubuh, pikiran, dan jiwa. Dengan memahami makna di balik benang tridatu, kita dapat meresapi nilai-nilai pengorbanan, kesucian, dan perlindungan yang terkandung di dalamnya. Pemakaian dan pelepasannya yang penuh dengan mantra-mantra sakral menjadikannya sebagai sebuah ritual yang mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kesadaran diri dan hubungan dengan yang lebih tinggi. Dengan demikian, benang tridatu menjadi pengingat bagi kita untuk selalu menjaga keseimbangan hidup, memurnikan energi batin, dan mempersembahkan diri kepada kekuatan yang lebih besar.